Cerpen Novita
MY IDOL ARROGANT
“Aku berjanji, ketika kau
bangun aku berjanji akan bersamamu. Selamanya” suara seorang pria yang agak
asing di telingaku itu masih tergiang-ngiang di kepalaku. Masih ingat
aku setiap detail kata yang keluar dari mulutnya.
Aku
menatap wajah kedua orang tuaku satu persatu dan itu bukan suara dari mereka.
Aku mencoba untuk mencermati suara kakak perempuanku dan itu juga bukan
suaranya. Aku sangat yakin kalau itu adalah suara seorang pria bukan suara yang
biasa aku kenal dalam sehari – hari.
Ini hari ke tiga setelah aku bangun dari
keadaan komaku. Sebuah kecelakaan yang membuatku seperti orang mati, tertidur
selama satu bulan. Aku ingat sedikit demi sedikit detik-detik kecelakaan itu
dan aku berhasil menyusun kembali serpihan-serpihan ingatan yang sudah susah
payah aku susun itu
***
Sebulan yang lalu...
“Alan!
Alan!” teriakku pada malam itu.
Malam
itu adalah kedatangan Alan Chistian datang ke kotaku. Dan aku ikut dalam
robongan penggemar
Alan untuk menjemputnya di bandara. Malam itu sangat terasa panas, meskipun di
bandara memiliki banyak pendingin udara tetap saja udara di dalam sana sangat
panas karena begitu banyak manusia terutama yang menunggu kedatangan Alan.
Ketika
Alan keluar bandara begitu banyak para penggemar berusaha mendekatinya. Aku
tahu aku tidak mungkin bisa mendekatinya meskipun dalam jarak satu meter. Dan
aku mendapat ide untuk mengetahui tempat dia akan beristirahat.
Aku
adalah penggemar berat Alan Chistian. Dia adalah pria yang sangat tampan, pandai
dan sangat ramah – tamah. Sudah setahun ini aku terus mengikuti perkembangan
Alan dan ini akhirnya, bisa melihat wajahnya secara langsung apa lagi bisa
memegang wajahnya.
Dengan
sepeda motor yang aku kendarai sendiri menuju bandara, aku juga mulai mengikuti
mobil yang membawa Alan dan ternyata bukan hanya aku saja yang memiliki ide
untuk mencaritahu tempat peristirahatan Alan tapi juga beberapa anak – anak
remaja mengikuti mobil Alan. Dan saat itu juga kejadian naas itu terjadi...
Aku
memacu kendaraanku dengan kecepatan 70km/jam dan itu masih belum bisa
mengalahkan kecepatan mobil yang membawa Alan itu. Aku berusaha mendekati mobil
itu tapi tidak bisa. Akhirnya aku memberanikan diriku untuk melebihi kecepatan
kendaraanku dari yang sebelumnya. Terfokus pada mobil yang membawa Alan, aku
bahkan tidak menyadari kalau lampu lalu lintas yang ada di depanku saat itu
sudah berubah menjadi merah dan yang kuingat saat itu hanya lampu terang yang
sangat cepat menuju kearahku.
***
Aku
melihat kesekelilingku, aku melihat kedua orangtuaku hanya berdiri di belakang
orang-orang yang tak aku kenal sambil terus mengarahkan kameranya padaku,
begitu juga dengan kakak perempuanku – Raisa yang dari tadi hanya tersenyum
tipis padaku.
“Apa
komentar anda nona Raika?” seorang perempuan yang kira – kira seumuran dengan
Raisa mencoba mengajakku bicara.
“A...
Hmm...” hanya gumaman yang keluar dari mulutku. Aku bingung harus menjawab apa
karena aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Biarkan
dia istirahat dulu.Wawancara itu bisa kapan sajakan?” suara itu terdengar
kembali. Suara yang sama dengan suara yang aku dengar waktu itu.
Aku
berusaha memicingkan mata, memfokuskankan pengelihatanku pada pintu dan
masuklah seorang pria dengan stelan jas. Ia berjalan mendekatiku perlahan tapi
pasti dan aku bisa katakan dengan penuh keyakinan kalau itu adalah Alan
Chistian.
Aku
bahkan perlu memperhatikannya dengan seksama agar aku tidak keliru kalau itu
benar-benar Alan Chistian. Ia berbicara pada kru yang ada di kamar itu lalu
kru-kru itu pergi, mungkin karena aku terlalu fokus padanya sehingga aku tidak
mendengar apa yang ia katakan. Sadar-sadar tangannya sudah menjulur padaku.
“Ayo
kita pergi dari sini. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat yang indah” lalu ia
tersenyum padaku.
Tanpa
sadar aku meraih tangannya dan ikut bersamanya. Ia membuka pintu mobil lalu ia
memasangkan sabuk pengaman padaku. Masih belum ada kata-kata yang keluar dari
mulutku. Ia memacu mobilnya pergi meninggalkan rumah sakit. Sepanjang jalan ia
hanya diam begitu juga denganku dan sampailah kami di sebuah danau. Lalu ia
turun dari mobil, aku hanya melihat ke arahnya dan berinisiatif untuk turun
juga.
Aku
berdiri di sebelahnya, melihatnya dari samping ia kelihatan sangat tampan
bahkan lebih tampan daripada ketika aku melihatnya di televisi. Lalu tiba-tiba
ia melihat ke arahku dan aku sangat kaget dengannya.
“Jangan
anggap semua ini sungguhan. Ini hanya permainan untuk menaikkan rating filmku.
Ingat! Ini hanya permainan. Jangan pernah kau menganggap kalau aku benaran suka
denganmu!” Alan tiba-tiba membentakku.
Senyuman
yang sedari tadi terus menghiasi wajahku langsung lenyap begitu saja. Aku
sangat terkejut dengan sikapnya yang sangat berbeda 180ยบ dari yang aku lihat di
televisi. Tanpa sadar yang muncul dari wajahku adalah wajah kekesalan.
“Kau
dengar aku tidak?” ia tersenyum “Aku tahu kau adalah penggemar beratku. Ketika
pertama kali kita ketemu langsung aku bisa membaca wajahmu kalau kau suka
denganku. Iyakan?!” ia kembali tersenyum. “Tapi jangan harap kalau aku akan
jatuh cinta dengan cewek biasa sepertimu.”
Seketika
itu juga aku langsung menamparnya. Enak saja ia berkata seperti itu, kalau aku
tahu dia mempunyai sikap seperti itu lebih baik aku tidak perlu
mengidolakannya. Tanpa mengatakan apapun aku pergi meninggalkannya.
Ia
memegangi pipi kanannya yang memerah akibat tamparanku karena kesal ia menarik
tanganku dengan keras lalu spontan aku injak kaki kirinya dan itu cukup
berhasil membuatnya melepaskan genggamannya padaku. Lalu ia kembali mengejarku
dan langsung berusaha menciumku tentu saja dengan susah payah aku melawannya.
“Bukankah
ini yang kau inginkan! Dicium oleh idola terkenal sepertiku!”
Aku
pun akhirnya menggigit bibirnya sangking kesalnya. Aku benar-benar tidak pernah
bertemu dengan orang sebrengsek dia. Ia mengatasnamakan seorang idola tapi sikapnya ini tidak lebih dari
seorang maniak mesum.
Aku
meninggalkannya, di belakang aku mendengarnya berteriak kepadaku dan aku tetap
tidak menghiraukannya.
“Lihat
saja nanti, aku tidak akan pernah mau menemuimu lagi. Jangan harap seumur
hidupmu bisa bertemu denganku!!!” itu kata terakhir yang aku dengar darinya.
***
“Kapan
aku bisa keluar dari rumah sakit?” aku menanyakan hal itu berulang kali kepada
Raisa. Aku sudah merasa sangat bosan dengan keadaan di rumah sakit.
“Nanti”
itu jawaban singkat dari Raisan sambil terus membaca majalahnya yang baru saja
ia beli.
Aku
menghela nafas “Apa kau tidak bisa tidak usaha membaca majalah itu di depanku?”
“Kenapa?”
“Kenapa?
Tentu saja karena cover depan
majalahmu
muka si brengsek itu!”
Ia
melihat cover majalah itu dan wajah Alan terpampang di halaman depan majalah
itu “Oh... bukannya kau sangat suka padanya. Sekarang nikmati keberuntunganmu
saat ini.”
“Keberuntungan?!
Ini bukan keberuntungan tapi kesialan?!”
“Memangnya
kenapa kau? Baru di bawa pergi satu kali saja sudah merasa kalau Alan sudah
jadi milikmu.” Ia masih belum beranjak dari bacaannya.
“Itu
karena? Karena? Arg! Lupakan saja!”
Tiba-tiba
pintu kamar terbuka dan begitu banyak wartawan masuk ke dalam dan di depan
wartawan-wartawan itu ada si Brengsek Sialan itu – Alan. Melihat hal itu Raisa
langsung bangkit dari tempat duduknya.
“Ini
dia gadis yang beruntung yang akan kencan denganku dalam sehari penuh ini”
Aku
hanya bisa ternganga kesal...
***
Alan
berusaha menemukan sebuah baju yang cocok denganku di sebuah butik yang cukup
terkenal di kotaku dan aku hanya bisa diam menatapnya.
“Aku
sudah menemukannya!” ia tampak kegirangan. “Cobalah ini, pasti akan sangat
cantik ketika kau memakainya.”
Aku
berjalan perlahan menujunya dan memegang baju ini lalu ia menarik tanganku
“Berusahalah untuk tersenyum selama seharian penuh ini.” Berikut dengan nada
menjengkelkannya itu.
Aku
meliriknya lalu pergi ke ruang ganti sambil membawa baju itu. di dalam ruang
ganti aku hanya bisa mencibirnya. Aku harus tenang, itu yang ada di dalam
pikiranku saat ini. Setelah selesai aku memakai baju itu aku keluar. Aku sangat terkejut karena baju itu sangat
pas denganku. Alan tahu memprediksikan ukuran bajuku???
“Sangat
cantik! Aku sangat suka” itu
yang keluar dari mulutnya bukan ejekan atau hinaan yang keluar. Ia tersenyum
padaku dan seketika itu dalam hitungan beberapa detik aku sempat terpesona
dengan senyumannya itu.
Aku
menggeleng-gelengkan kepalaku dan aku hadir ke dalam dunia nyata lagi. Dia
bukan seorang pangeran tapi di seorang penjagal. Lalu kami pergi ke danau tempat kami dulu berkelahi.
Kami berdua duduk di pinggir danau untuk pengambilan gambar. Pura-pura ngobrol
dengan asyik saling mengakrabkan diri.
Aku
dan Alan saling mengucapkan terima kasih pada para kru. Setelah para kru pergi
tinggallah kami berdua.
“Bersabarlah
sedikit, tinggal bagian makan malam lagi setelah itu kita tidak akan bertemu
lagi” kali ini cara bicaranya tidak begitu menjengkelkan seperti yang
kemarin-kemarin.
Ia
melihat ke arahku dan aku mengacuhkannya, aku hanya melihat ke arah danau. Dan
sepertinya ia menunggu jawabanku karena tidak ada jawaban ia pergi. Tidak jauh
ia pergi tiba-tiba aku ingin mengerjainya.
“Tolong!”
aku menceburkan diriku ke danau dan pura-pura tidak bisa berenang.
Aku
melihatnya hanya berdiam diri di atas sekilas aku melihat wajah panik darinya.
Ia melihat kesekelilingnya tidak ada orang dan akhirnya ia menceburkan dirinya.
Dan bukannya datang menyelamatkanku ia malah meminta tolong juga. Ternyata ia
tidak bisa berenang.
Secepat
kilat aku berenang mendekatinya, membawanya ke pinggir danau. Ia pingsan, aku
pun mulai panik. Aku mendekatkan telingaku ke hidungnya dan tidak terdengar ada
nafasnya. Aku melihat kesekelilingku dan tetap tidak ada orang. Akhirnya aku
memberikan nafas buatan untuknya, aku memang tidak tahu caranya tapi tidak ada
salahnya mencoba.
Beberapa
kali aku memberinya nafas buatan akhirnya ia sadar. Ia terbatuk dan sadar lalu
tanpa sadar aku memeluknya sambil menangis.
“Maafkan
aku... maafkan aku... maafkan aku” hanya itu yang bisa keluar dari mulutku
selain tangisan.
***
Alan
lalu berdiri mendekatiku dan menuju ke arah belakangaku lalu ia memasangkan
sebuah kalung yang sangat indah. Setelah itu ia kembali ke tempat duduknya
sambil terus menebarkan senyumannya padaku.
Saat
pertama kali aku sampai di danau itu, pinggiran danau itu sudah di sulap oleh
para kru menjadi sebuah tempat yang sangat indah. Di pinggir danau terdapat
sebuah meja makan dan dua buah kursi dengan beberapa hidangan yang terlihat
sederhana tapi sangat enak. Aku ingat ketika baju indah ini sampai di rumahku
dan aku membaca surat yang ada di dalamnya.
“Aku
harap kau mau memakai baju ini. Alan” itu isi suratnya. Tapi sepertinya sangat berarti
bagiku.
Aku
mendekat, semakin dekat dengan tempat duduk itu, lalu Alan datang tiba-tiba di
belakangaku dan mempersilahkanku duduk. Ia tampak kelihatan sangat tampan
dengan setelan jas yang ia gunakan.
Lalu
ia berbisik padaku “Kau sangat cantik malam ini.”
Tanpa
sadar aku tersenyum. Alan yang aku lihat malam itu adalah Alan yang selalu aku
impikan selama ini sangat berbeda dengan Alan yang aku temui beberapa hari
lalu. Dan kami mulai berbincang-bincang dengan santai menikmati malam itu.
Sampai
acara pengambilan gambar untuk sebuah reality show itu selasai kami masih
nyaman dengan keadaan saat itu. Semua kru sudah mulai bersiap-siap untuk
pulang.
“Boleh
aku meminta satu hal padamu?” tanya Alan padaku.
“Tentu
saja. Apa?”
“Aku
ingin kau selalu menyimpan kalung itu selamanya.”
Aku
tersenyum “Aku akan selalu menyimpannya.”
Ia
menatapku “Tapi aku ingin kau bukan hanya menyimpan kalung itu di dalam lemari
atau laci di kamarmu tapi yang aku inginkan adalah kau selalu menyimpan kalung
itu di dalam hatimu.”
Aku
sedikit heran dengan perkataan Alan “Tapi kalung tidak bisa di simpan di ha-”
kata-kata itu terhenti ketika Alan langsung menciumku.
TAMAT
Cerpen
Syamsul Bachri (2)
“Guru Perbatasan ”
“Ule”, seorang guru yang berada di daerah suku
dayak punan, desa yang sangat jauh dari daerah perkotaan, “desa pedalaman”.
Long buang nama desa kecil yang dibanggakan oleh guru SD seperti ule. karena
desa long buang sangat kaya akan isi alamnya. Di desa long buang apa saja bisa
dicari asalkan berbau alam. berburu hewan payau adalah hobi ule, bermodal
senjata kaleber laras panjang rakitan sendiri, dia bisa membawa pulang payau
hasil tangkapannya. Ule adalah laki-laki yang sabar, tabah, paling suka makan
pucuk singkong yang ditumbuk halus dengan alat penumbuk. Mereka menamakan alat penumbuk itu lesung,
terbuat dari kayu ulin berbentuk petak ditengahnya ada lubang yang semakin
dalam semakin kecil. Mereka menamakan makanan itu tung ubi meca. Pucuk singkong
yang ditumbuk halus dan ditumis, tentunya menghaluskannya menggunakan penumbuk
lesung. Itu adalah makanan kesukaan ule dia sangat lahap jika lauknya tung ubi
meca. Ule sangat ramah terhadap orang disekitar tempat tinggalnya, dia juga
orang yang sangat berbudi pekerti luhur.
SD
tungun paku itu nama sekolah tempat ule mengajar. Setiap pagi ule mendidik
anak-anak kampungnya agar menjadi anak-anak yang cerdas. Ule hanya ingin
menaikan derajat orang kampung agar tidak buta huruf, setidaknya bisa membaca
dan menulis agar tidak mudah tertipu bila suatu saat pergi kekota.
Di
kampung ule yaitu desa long buang, sangat melekat adat istiadat suku dayak,
telinga yang berlubang besar bergelantungan banyak besi bundar sebagai anting,
tato ukiran dayak ditangan dan dikaki, itu menjadi ciri khas orang tertua
didesa ule yaitu suku dayak.
Ule
mengajar dengan penuh ikhlas dan sangat bersemangat, dia mengajarkan
murid-muridnya mulai dari pelajaran menghitung samapai berbahasa indonesia yang
baik dan benar. Dikampung ule sudah jadi tradisi mengajar dengan bahasa daerah
(dayak) bercampur bahasa indonesia . karena murid-muridnya tidak terlalu paham
dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Ule sebagai pelopor mendidik dan
mengajarkan mereka berbahasa indonesia walau perlahan. murid ule belum
menggunakan seragam sekolah karena sekolah mereka tidak terlalu dihiraukan oleh
pemerintah. jarak yang membuat itu bermasalah, karena dari desa long buang
membutuhkan 1 hari perjalanan mengunakan perahu kecil bermesinkan ketinting 15
PK untuk tembus kekota. Air sungainya dangkal penuh dengan batu-batu sehingga
membentuk seperti giram kecil. Kampung ule tidak dapat ditembus dengan perahu
besar karena airnya dangkal. Tetapi ule tidak pernah mengeluh dengan semua itu,
malah dia semakin bersemangat mengajar untuk murid-murid tersayangnya walau
gaji seorang guru terbatas untuk memberi hidup keluarganya. Ule hanya mengharap
kebijakan pemerintah untuk memperbaiki
sekolah tempat mereka mengajar yang sudah bocor dan rusak serta menaikan gaji
guru, khususnya guru yang berada didaerah pedalaman seperti ule. Bukan ule namanya kalo tidak mau berjuang
keras, karena ule adalah tipekal orang yang suka bekerja keras.
Selain
mengajar ule setiap pulang sekolah mencari ikan dengan jala buatannya sendiri,
tidak lupa dia membawa dulang dipunggungnya, persiapan untuk mencari emas. Desa
long buang sangat kaya dengan kekayaan
alamnya selain mencari emas ule juga seorang petani yang rajin bercocok tanam.
Saat menjala ikan dan mencari emas ule tidak lupa membawa istri dan anak
laki-lakinya, mereka biasa menggunakan perahu kecil dan mesin ketinting untuk
melawan arus yang sangat deras. Canda dan tawa selalu menghiasi keluarga kecil
itu. Ule juga mengajarkan anaknya menjala agar suatu saat nanti anaknya bisa
mencari ikan menggunakan jala. Saat ikan mulai berkurang dan emas mulai susah
didapatkan musim bercocok tanampun tiba, biasanya dikampung ule mempunyai
tradisi bergotong royong untuk bercocok tanam. caranya bergantian dari ladang
satu keladang lainya, masyarakat desa long buang sangat berjiwa sosial, Penuh
semangat dan mau bekerja keras. Pada saat musim bercocok tanam semua warga
kampung sibuk dengan ladang mereka masing-masing, biasanya sekolah diliburkan
agar anak-anak bisa membantu orang tuanya.
Nugal itu bahasa keren mereka untuk bercocok
tanam didaerah pergunungan, sehingga beras itu dinamakan beras gunung. Warga
kampung harus melakukan hal itu karena kebutuhan untuk tetap bertahan hidup,
biasanya bila panen tiba mereka menaruh hasil panen mereka di lumbung padi yang
sengaja dibuat untuk menampung padi yang sudah dipanen agar memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Ule
mulai membuat ribuan lubang ditanah berbukit miliknya, sang anak dan istri
tugasnya menabur benih kedalam lubang tersebut agar menghasilkan padi yang harum dan enak, alam yang membuat bibit
itu subur. Berbeda dengan menanam padi disawah kita harus menyemai padinya
terlebih dahulu, sedangkan dikampung ule hanya membersihkan dan membakar
dedaunan dan pohon yang sudah kering serta tumbang , karena ditempatnya daerah
perbukitan itulah yang menjadi pupuk alam mereka. ule dan istrinyapun semakin
sering menunggui benih padi mereka agar tidak dimakan hewan liar. Semakin lama
padi itu sudah siap untuk dipanen. Ule dan istri sangat senang kerena hasil
panennya kali ini memuaskan, tidak lupa ule bersedekah kepada orang yang tidak
mempunyai ladang, ule membagi hasil panennya dengan tulus dan ikhlas. Inilah
cara tuhan membagikan rezeki untuk umatnya dari tangan seperti ule pantas
membagi rezeki yang berlimpah dari tuhan.
Setelah
usai masa bercocok tanam tiba saatnya ule bertugas sebagai pahlawan tanpa tanda
jasa yaitu sebagai guru. Ule mengajar anak anak didiknya seperti biasa, dengan
semangat, dengan canda dan tawa, anak-anak yang riang gembira. Itu sudah
mewakili rasa haru hara yang beriak didalam jiwa ule. Saat sepulangnya ule dari
mengajar, ule bertemu dengan teman lama dari kota yang mengadakan penelitian
tentang budaya suku dayak didesa long buang. Teman ule itu bernama ilham,
dengan sepontan ule mengajak ilham berbincang tentang masa-masa mereka sekolah
dulu, tentang kenakalan, sering bolos, sering ngerjain guru saat guru mengajar,
semua itu membuat ule tertawa lepas. Seakan-akan beban yang bertumpuk hilang
begitu saja dengan tawa yang lepas tak tentu arah.
Ule
mengajak ilham berbincang-bincang kerumahnya sambil berjalan mereka sambil
bercerita. Setibanya dirumah ule, mereka berdua duduk berlesehan, ule pun
berteriank kencang dan gembira, uwe… oh we… itu adalah panggilan ule terhadap
istrinya, salah satu bahasa dayak yang artinya ibu. Istrinyapun keluar dan
berbahasa daerah dayak “inu iko mengin-mengin ake”, yang artinya ada apa kamu pangil-panggil saya? Ule berkata
“uyan sungai areng” yang artinya buat air minum dulu untuk tamu. Istrinya pun
bergegas untuk membuatkan kopi khas dayak yang diolahnya sendiri sehingga
menjadi bubuk kopi yang dasyat rasa enaknya, beraromakan jahe segar. Kopi
itupun disodorkan kepada ilham, “kopi apa ini kok terasa segar dan wangi” cetus
ilham. Segera mencicipi kopi khas dayak itu dan berkomentar “sedap sekali rasa
kopi ini”, “ tentu saja” sahut ule dengan bangga. Kopi itu buatan istriku yang
menjadi khas desa long buang ini, kau tau ilham aku sekarang menggajar Sekolah
Dasar di kampung ini. “Oh begitu” sahut ilham, “apa muritmu pintar-pintar kaya
gurunya?” “ Muridku sangat cerdas dan kreatif yah tidak kalah dengan anak-anak
dikota sana lah !”. ohhhh ia aku ingat kemaren saya melihat pengguguman ada
lomba cerdas cermat antar sekolah dasar dikota seru ilham, bagai mana
murid-muridmu kau adu sobat dengan anak-anak sekolah dasar dikota sana. Kalau
menang sekolahmu akan dikenal dikalangan kota dan tidak diremehkan. Tapi jika
kalah ini akan jadi pengalamanmu dan murid-muridmu yang pertama kali. Bagaimana saudaraku apakah
tertarik? kalau yah aku akan membantumu saudara. Urusan pendaftaran aku yang
urusnya dikota. Setuju. Ule menjawab dengan semangat 45 “sangat setuju”, aku
akan buktikan orang kampung itu tidak sebodoh seperti perkiraan orang kota.
Mereka berdua tertawa dengan histeris.
Setelah
SD Tungun Paku terdaftar sebagai peserta cerdas cermat, ule semakin semangat
mengajarkan anak-anak didiknya agar menjadi siswa yang cerdas pikiran dan
batin. Sehingga tidak membuat malu sekolah mereka. Ule memilih siswa yang
terlihat menonjol di sekolah tempat ia mengajar, memilih beberapa untuk
perwakilan mengikuti cerdas cermat dikota. Ule sebagai guru pembimbing mereka,
berusaha lebih giat untuk kemajuan sekolah dan siswa-siswanya. Ilham mengabari
lewat surat yang dititipkan lewat orang kampung disamping rumah ule, kebetulan
bertemu dipelabuhan. Ilham mengabari bahwa cerdas cermat tinggal dua minggu
lagi, tempat dan alamat diseleggarakan cerdas cermat itu telah dilampirkan
ilham lewat surat itu.
Ule
semakin keras melatih anak-anak agar mencapai hal yang benar-benar memuaskan.
Hari demi hari ule terus mengajarkan anak-anak didiknya dengan penuh semangat,
dengan didukung kemandirian dari anak-anak didiknya, tanpa disuruh anak-anak
didiknya belajar dengan tekun dirumah mereka masing-masing hingga hari yang
ditunggu-tungu semakin mendekat. semakin lama anak-anak menjadi percaya diri,
dan ingin membuktikan bahwa mereka bukan duri di dalam daging. Hingga hari yang
telah dinanti-nanti mereka telah tiba, ule mengumpulkan anak-anak yang akan
ikut bertanding. Kepala Sekolah SD tungun paku sangat gembira karena anak-anak
didikkan dari sekolahnya sangat semangat mengikuti cerdas cermat tersebut. Ule sebagai guru pembimbing meminta restu
dari kepala sekolah agar mendoakan mereka dan mensuport supaya membawa nama
baik dan piala kesekolahan mereka.
Berangkatlah
ule dan rombonggannya, menuju kota, anak-anak bersorak gembira karena sebentar
lagi akan melihat kota yang besar. Sepanjang jalan anak-anak dipimpin ule
menyanyikan lagu-lagu perjuangan indonesia. Agar anak-anak tidak merasa jenuh
dengan perjalanan yang jauh ini.
Sore
haripun telah menurunkan sinarnya, langit terlihat merah, sangat sejuk
dipandang mata, sehingga hati tak mampu mengungkapkan apa arti keindahan
dilangit itu. Ini yang dinamakan rahasia alam semesta yang diciptakan oleh
tuhan maha pencipta segalanya. Sore itu rombongan ule sampai kekota yang penuh
dengan kendaraan yang seperti semut, ule binggung membawa anak-anak menyebrang
jalan. Anak-anakpun matanya tersorot keatas melihat gedung-gedung yang tinggi
karena dikampung mereka tidak ada hal seperi yang mereka lihat, hanya pohon
yang menjulang tinggi. Salah satu anak bertannya kepada ule, “pak itu namanya
pohon apa pak” menunjuk kearah gedung ? ule pun merasa kaget dan sedikit lucu,
dengan perlahan ule menjelaskan. “Itu namanya gedung nak yang terbuat dari
pasir, semen, dan bebatuan alam bukan pohon. Mengerti?” , anak itupun
mengagguk. Tak terasa lama perjalanan akhirnya mereka sampai dengan berjalan
kaki, mereka sangat disambut dengan senyuman hangat dari para penitia dan
menunjukkan tempat untuk SD tungun paku. Sambil menunggu acara dimulai, ule
menceritakan dongeng anak-anak buat mereka, tujuanya menghilangkan gugup
anak-anak.
Asik
bercerita acarapun dimulai dan memanggil setiap perwakilan untuk memenuhi
tempat yang telah disediakan, setelah sambutan dari ketua panitia, cerdas
cermatpun mulai diselenggarakan. Pertanyaan pertama hingga babak pertama
selesai SD tungun paku belum menjawab satupun
pertanyaan yang diberikan, ule menjadi risau dan gelisah. Ule memberikan
semangat dan tepuk tanggan untuk murid-muridnya. Anak-anak didiknyapun mulai
tersenyum dengan menatap semangat diraut wajah sang guru. Babak kedua pun dimulai dan pertanyaanpun di
lemparkan, kali ini berbeda dari sebelumnya SD tungun paku membabat habis
soal-soal yang diberikan tak memberi kesempatan pada SD lain. Begitu juga
dengan babak terakhir, pertanyaan semua terbabat hingga sisa pertanyaan yang
terkhir. keadaan menjadi sunyi senyap, tidak ada yang bisa menjawab. Tiba-tiba
bel SD tungun paku berbunyi dan menjawab pertanyaan dengan sempurna.
Pertandinganpun usai, sehingga juri berembuk untuk menentukan siapa yang
menjadi juara. 30 menit telah berlalu dan juripun kembali keposisi masing
masing, salah satu juri naik keatas panggung menggugumumkan sang juara.
Setelah
menyampaikan sepatah dua patah kata juri membacakan hasil dari rapat. Juara
tiga dari SD tawakal penonton bersorak, juara dua dari SD nurul huda, juara
faforit dari SD batu karang, dan juara satu…
penontonpun mulai senyap dengan suara lantang juri menyebutkan nama.
Adalah...SD…Tungun Paku. Ule pun terloncat dari kursinya bersorak dengan
gembira, senyum menghiasi wajah anak-anak yang riang gembira. Semua itu hasil
kerja keras mereka selama ini, membuahkan hasil yang sangat baik.
Ule
pun pulang dengan membawa segumpal rasa bangga yang luar biasa, piala, piagam,
serta uang pembinaan dipakai untuk memperbaiki ruangan kelas mereka yang sudah
rusak dimakan waktu, sedangkan piala dan piagam dipajang diruangan kepala
sekolah untuk pertama kalinya sekolah itu membawa berkah dan sejuta semangat
yang begitu berapi-api.
Selanjutnya
ule sang guru pedalaman melanjutkan kegiatanya menjadi seorang pahlawan tanpa
tanda jasa, penuh semangat, penunh perjuangan dan penuh dengan keceriaan serta
kerja keras untuk sekolah tungun paku.
“TAMAT”